Muara Kedang | |
---|---|
[[File:Kalimantan Timur, Indonesia Peta lokasi Kampung Muara Kedang|250px|Location of Muara Kedang]] | |
Negara | ![]() |
Provinsi | Kalimantan Timur |
Kabupaten | Kutai Barat |
Kecamatan | Bongan |
Kode Kemendagri | 64.07.12.2011 ![]() |
Luas | - km² |
Jumlah penduduk | - jiwa |
Kepadatan | - jiwa/km² |
Muara Kedang adalah salah satu kampung di kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat, provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.
Batas wilayah desa Muara Kedang adalah sebagai berikut:
Utara | Desa Jantur, Muara Muntai, Kutai Kartanegara |
Timur | Desa Perian, Muara Muntai, Kutai Kartanegara |
Selatan | Desa Jambuq Makmur dan Muara Gusiq |
Barat | Desa Penawai |
Muara Kedang adalah sebuah kampung atau desa yang berada di sisi Sungai Bongan anak sungai Mahakam yang bermuara ke Desa Jantur Kecamatan Muara Muntai ,Kutai Kartanegara . Nama Muara Kedang berasal dari pertemuan dua anak sungai ( Kedang ) yakni Kedang Kanan dan Kedang Kiwa ( kiri ) . Mayoritas penduduknya beragama Islam , Pemerintah Kabupaten Kutai saat pemerintahan dijabat oleh Bupati Adji Raden Padmo 1960 - 1964, sebelum pemekaran menjadi Kutai Timur ,Kutai Barat dan Bontang , pada tanggal 1 Juni 1963 membentuk kecamatan Perantara yaitu Kecamatan Bongan dengan ibu kota Kecamatan adalah Muara Kedang . Pada Tahun 1966 Bongan resmi menyandang predikat Kecamatan depinitif oleh pemerintah Kabupaten Kutai dengan Ibu kota Kecamatan adalah Muara Kedang .
Ketika Kabupaten Kutai di Mekarkan dan membentuk Kutai Barat pada tahun 2000, Bongan menjadi bagian dari wilayah Kutai Barat, dengan demikian status Bongan dengan ibu kota Muara Kedang dengan pembentukan Kutai Barat selisih 34 tahun. Namun Sejak Tahun 2012 Pemerintah Memindahkan Ibukota Kecamatan ke Jambuk Makmur . Penduduk Muara Kedang sebagian besar sebenarnya berasal dari Suku Banjar yang melakukan migrasi ke Kesultanan Kutai akibat adanya perebutan tahta karena adu domba Belanda . Saat kedatangan Suku Banjar ke wilayah Muara Kedang , saat itu sudah ada penduduknya yakni Dayak Benuaq . Setelah terjadinya asimilasi antar kedua suku tersebut maka saat ini orang mengenal mereka sebagai suku Kutai. Hal itu dikarenakan bahasa keseharian atau lingua pranca mereka memakai bahasa Kutai dengan (dialek) bahasa Kutai Muara Ancalong.
Pendiri
Muara Kedang Mulanya adalah wilayah kewedanaan yang statusnya sedikit dibawah kabupaten dan setingkat diatas kecamatan , sekaligus wilayah tanah pusaka Kesultanan Kutai yang di sebut Tanah Tijak, pada masa pemerintahan Aji Muhammad Parikesit yang berkuasa sejak 14 November 1920 sampai dengan 21 Juni 1960, wilayah ini adalah tempat Sultan untuk berlibur sambil berburu . Sultan Muhammad Parikesit menganugerahkan penghargaan serta jabatan kepada seorang tokoh yang berasal dari kerabat Kesultanan Banjar untuk memimpin wilayah tersebut , dengan Gelar DJaya . DJaya pertama adalah DJaya Wangsa atau Djaya Tuha yang merupakan kerabat Kesultanan Banjar . Djaya Wangsa diketahui ketururan Banjar - Arab bermarga Alaydrus . Setelah Djaya Tuha mangkat , maka jabatan digantikan oleh anaknya Gusti Abdus Samad dengan Gelar DJaya Moeda. Jabatan Djaya kadangkala di sebut juga sebagai kiai, diangkatnya pemimpin dari suku Banjar sebagai Djaya di Muara Kedang juga untuk menebus kesalahan Sultan Muhammad Sulaiman yang melaporkan Mangkubumi Kesultanan Banjar Pangeran Perbatasari kepada S.W. Tromp asisten residen Belanda untuk Kutai dan pantai Timur Kalimantan, pada 30 Maret 1885."
Gusti Abdus Samad atau Djaya Moeda adalah kerabat Kesultanan Banjar dari Pangeran Antasari dan Pangeran Perbatasari yang ditangkap Belanda dan dibuang Ke Tondano Sulawesi Utara .
Konten ini disalin dari wikipedia, mohon digunakan dengan bijak.