![]() | |
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 622 ![]() Kekaisaran Aksum ![]() |
Kematian | 700 ![]() Madinah ![]() |
Tempat pemakaman | Jannatul Baqi Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! ![]() |
Data pribadi | |
Agama | Islam ![]() |
Kegiatan | |
Pekerjaan | ulama ![]() |
Murid dari | Asma binti Umays ![]() |
Keluarga | |
Pasangan nikah | Zainab binti Ali ![]() |
Anak | Ismail bin Abdullah bin Ja'far, Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far, Ali bin Abdullah bin Ja'far, Aun bin Abdullah bin Ja'far, Muhammad bin Abdullah bin Ja'far, Abbas bin Abdullah bin Ja'far ![]() |
Orang tua | Ja'far bin Abi Thalib ![]() ![]() |
Saudara | Muhammad bin Ja'far bin Abi Thalib, Aun bin Ja'far, Muhammad bin Abu Bakar dan Ummu Kultsum binti Abu Bakar ![]() |
Kerabat | Abdullah bin Muawiyah al-Ja'fari (cucu laki-laki) ![]() |
Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib (1–80 H) adalah salah seorang sahabat Muhammad. Ia merupakan keluarga dekat Muhammad dari Bani Hasyim. Keluarganya merupakan ahlul bait yang menjalin hubungan kekeluargaan dengan Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Ja'far terkenal atas sifat kedermawanan sekaligus perannya sebagai perawi hadis yang dijadikan sebagai sumber oleh Ibnu Syihab az-Zuhri. Ia meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Nasab
Abdullah bin Ja'far berasal dari Bani Hasyim.[1] Nasabnya ialah Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib al-Hasyimi al-Qurasyi.[2] Ayah Abdullah bin Ja'far bernama Ja'far bin Abi Thalib, sedangkan ibunya bernama Asma' binti Umais.[3] Ia dilahirkan pada tahun 1 H.[4] Abdullah bin Ja'far merupakan tiga bersaudara bersama Aun bin Ja'far dan Muhammad bin Ja'far.[5] Abdullah bin Ja'far merupakan anak yang paling bungsu.[6] Ia dilahirkan di Habasyah ketika kedua orang tuanya sedang hijrah.[2]
Pengasuhan
Pada tahun 7 H, Ja'far bin Abi Thalib sebagai pimpinan rombongan di Habasyah pindah ke Madinah dan ia mengikuti Pertempuran Mu'tah.[7] Ja'far bin Abi Thalib meninggal ketika mengikuti Pertempuran Mu'tah. Ia meninggal setelah menggantikan Zaid bin Haritsah yang syahid sebagai pemimpin dalam pertempuran ini.[8] Abdullah bin Ja'far dan kedua saudara serta ibunya, ditinggal mati oleh ayahnya ketika masih kanak-kanak.[3] Sepeninggal ayahnya, ibunya yaitu Asma' binti Umais dinikahi oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sehingga ia memiliki saudara lagi bernama Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal, ibunya dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib.[3] Setelah ayahnya meninggal, Abdullah bin Ja'far diasuh oleh Muhammad.[9]
Pernikahan
Abdullah bin Ja'far menikah dengan Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib. Istrinya merupakan mantan istri Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab meninggal, Ummu Kultsum dinikahkan oleh Ali bin Abi Thalib dengan sepupunya yaitu saudara Abdullah bin Ja'far yang bernama Aun bin Ja'far. Setelah Aun bin Ja'far meninggal, Ummu Kultsum dinikahkan lagi dengan saudara sepupunya yang lain yaitu Muhammad bin Ja'far yang juga saudara dari Abdullah bin Ja'far. Setelah kakaknya meninggal, barulah Abdullah bin Ja'far menikahi Ummu Kultsum.[10] Abdullah bin Ja'far memiliki dua orang putra. Ia menamainya Abu Bakar dan Muawiyah.[11]
Abdullah bin Ja'far menjadi suami bagi Ummu Kultsum hingga kematiannya pada tahun 75 H.[12] Ummu Kultsum meninggal bersama dengan putranya yang bernama Zaid pada suatu kerusuhan di permukiman Bani Adi bin Ka'ab. Keduanya meninggal saat sedang berusaha mendamaikan kerusuhan tersebut.[13] Sepeninggal istrinya, Abdullah bin Ja'far menikah lagi. Ia menikah dengan kakak Ummu Kultsum yaitu Zainab binti Ali.[14] Dari pernikahan ini, Abdullah bin Ja'far memiliki anak bernama Aun bin Abdullah bin Ja'far dan Muhammad bin Abdullah bin Ja'far.[15] Dua anaknya yang bernama Aun bin Abdullah bin Ja'far dan Muhammad bin Abdullah bin Ja'far, terbunuh dalam Pertempuran Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H atau 9/10 Oktober 680 M. Selain kedua anak Abdullah bin Ja'far, keluarga Muhammad dari keturunan Ali bin Abi Thalib juga banyak terbunuh dalam Pertempuran Karbala.[16]
Anak laki-laki lainnya dari hasil pernikahan Zainab binti Ali dan Abdullah bin Ja'far ialah Ali bin Abdullah bin Ja'far dan Abbas bin Abdullah bin Ja'far. Pernikahan ini juga menghasilkan seorang anak perempuan bernama Ummu Kultsum bin Abdullah bin Ja'far.[9]
Keutamaan
Abdullah bin Ja'far merupakan salah seorang sahabat Muhammad.[2] Ia merupakan keturunan Bani Hasyim yang terakhir melihat Muhammad.[9] Abdullah bin Ja'far menjadi salah satu sumber periwayatan hadis bagi Ibnu Syihab az-Zuhri.[17] Abdullah bin Ja'far dikenal sebagai orang yang memiliki kedermawanan.
Di zaman Muawiyah, ia menghadap Khalifah Muawiyah dan diberi hadiah 1 juta dirham (60 milyar rupiah). 5. Di zaman Yazid bin Muawiyah, ia menghadap dan dihadiahi 2 juta dirham (120 milyar rupiah). Abdullah pernah menghadiahi seorang Badui dengan jubah seharga 300 dinar (600 juta). Abdullah membeli sebidang tanah seharga 60.000 dirham (1,8 Milyar rupiah) lalu membaginya 8 kapling, Utsman bin Affan ra membeli 2 kaplingnya dengan harga 120.000 dirham (3,6 milyar rupiah). [18]
Abdullah bin Jafar juga pernah membeli tanah dari Abdullah bin Zubair seharga 1 juta dirham (60 milyar rupiah) yang tandus gersang. Ia lalu solat di tanah barunya dan meggali tanah lalu keluar mata air deras sehingga jadi subur tanahnya.
Abdullah seorang terawal yang menyatakan baiat kepada Abdullah bin Zubair sebagai khalifah di Hijaz. Pembaiatan ini dilakukan dengan pandangan penduduk Hijaz bahwa secara syara', Abdullah bin Zubair berhak menjadi amirul mukminin.[19] Abdullah bin Ja'far meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.[20] Ia meninggal pada tahun 80 H atau 700 M.[4]
Ketika di akhir masa kekhalifahan Usman bin Affan atas permintaan pamannya, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ja’far menjadi pasukan pembela Usman bin Affan menghadapi kepungan musuh yang hendak membunuh Usman.
Di masa kekhalifanan Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ja’far menjadi pendukung setia Ali bin Abi Thalib. Beliau bersama Ali dalam berbagai peristiwa penting yang terjadi. Ketika peristiwa perang Jamal, Abdullah berada dalam pasukan yang membela Ali bin Abi Thalib. Menurut catatan Ibnu Khayyath dalam Kitab al-Thabaqat, pasca perang ini Abdullah ikut bersama Ali bin Abi Thalib tinggal di Kufah.
Beberapa hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Jafar :
مسند أحمد ١٦٥٠: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ
Musnad Ahmad 1650: Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'd] telah menceritakan kepadaku [bapakku] dari [Abdullah bin Ja'far] berkata: saya melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam makan mentimun dengan kurma basah.
مسند أحمد ١٦٥٥: حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَنْبَأَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ رَأَيْتُ ابْنَ أَبِي رَافِعٍ يَتَخَتَّمُ فِي يَمِينِهِ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَذَكَرَ أَنَّهُ رَأَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ جَعْفَرٍ يَتَخَتَّمُ فِي يَمِينِهِ وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَتَّمُ فِي يَمِينِهِ
Musnad Ahmad 1655: Telah menceritakan kepada kami [Yazid] telah memberitakan kepada kami [Hammad bin Salamah] berkata: saya melihat [Ibnu Abu Rafi'] memakai cincin di jari kanannya, saya pun menanyakan hal itu kepadanya, maka dia menjawab: bahwa dia melihat [Abdullah bin Ja'far] memakai cincin di jari tangan kanannya, dan Abdullah bin Ja'far berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincinnya di jari tangan kanannya."
مسند أحمد ١٦٥٧: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى وَيَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ قَالَ سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ أُمِّ كِلَابٍ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ جَعْفَرٍ قَالَ أَحَدُهُمَا ذِي الْجَنَاحَيْنِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ حَمِدَ اللَّهَ فَيُقَالُ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَيَقُولُ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
Musnad Ahmad 1657: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Isa] dan [Yahya bin Ishaq], keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari [Abu Al Aswad] berkata: saya mendengar ['Ubaid bin Ummu Kilab] menceritakan dari [Abdullah bin Ja'far], menurut [Yahya bin Ishaq], dia berkata: saya mendengar [Abdullah bin Ja'far], sedangkan salah satu dari keduanya berkata: Dzul Janahain, bahwa jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersin, beliau membaca hamdalah, lalu ada yang menyahut: "YARHAMUKA ALLAH (semoga Allah merahmatimu) " maka beliau menimpali: "YAHDIKUMULLAH WA YUSHLIHU BALAKUM (semoga Allah memberimu hidayah dan memperbaiki urusanmu) ".
مسند أحمد ١٦٥٩: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِي يَعْقُوبَ يُحَدِّثُ عَنِ الْحَسَنِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَيْشًا اسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ وَقَالَ فَإِنْ قُتِلَ زَيْدٌ أَوْ اسْتُشْهِدَ فَأَمِيرُكُمْ جَعْفَرٌ فَإِنْ قُتِلَ أَوْ اسْتُشْهِدَ فَأَمِيرُكُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَلَقُوا الْعَدُوَّ فَأَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ ثُمَّ أَخَذَ الرَّايَةَ جَعْفَرٌ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ ثُمَّ أَخَذَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ ثُمَّ أَخَذَ الرَّايَةَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ فَفَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَتَى خَبَرُهُمْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى النَّاسِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ إِنَّ إِخْوَانَكُمْ لَقُوا الْعَدُوَّ وَإِنَّ زَيْدًا أَخَذَ الرَّايَةَ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ أَوْ اسْتُشْهِدَ ثُمَّ أَخَذَ الرَّايَةَ بَعْدَهُ جَعْفَرُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ أَوْ اسْتُشْهِدَ ثُمَّ أَخَذَ الرَّايَةَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ أَوْ اسْتُشْهِدَ ثُمَّ أَخَذَ الرَّايَةَ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللَّهِ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ فَفَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَأَمْهَلَ ثُمَّ أَمْهَلَ آلَ جَعْفَرٍ ثَلَاثًا أَنْ يَأْتِيَهُمْ ثُمَّ أَتَاهُمْ فَقَالَ لَا تَبْكُوا عَلَى أَخِي بَعْدَ الْيَوْمِ أَوْ غَدٍ ادْعُوا لِي ابْنَيْ أَخِي قَالَ فَجِيءَ بِنَا كَأَنَّا أَفْرُخٌ فَقَالَ ادْعُوا إِلَيَّ الْحَلَّاقَ فَجِيءَ بِالْحَلَّاقِ فَحَلَقَ رُءُوسَنَا ثُمَّ قَالَ أَمَّا مُحَمَّدٌ فَشَبِيهُ عَمِّنَا أَبِي طَالِبٍ وَأَمَّا عَبْدُ اللَّهِ فَشَبِيهُ خَلْقِي وَخُلُقِي ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَأَشَالَهَا فَقَالَ اللَّهُمَّ اخْلُفْ جَعْفَرًا فِي أَهْلِهِ وَبَارِكْ لِعَبْدِ اللَّهِ فِي صَفْقَةِ يَمِينِهِ قَالَهَا ثَلَاثَ مِرَارٍ قَالَ فَجَاءَتْ أُمُّنَا فَذَكَرَتْ لَهُ يُتْمَنَا وَجَعَلَتْ تُفْرِحُ لَهُ فَقَالَ الْعَيْلَةَ تَخَافِينَ عَلَيْهِمْ وَأَنَا وَلِيُّهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Musnad Ahmad 1659: Telah menceritakan kepada kami [Wahb bin Jarir] telah menceritakan kepada kami [bapakku] berkata: saya mendengar [Muhammad bin Abu Ya'qub] menceritakan dari [Al Hasan bin Sa'd] dari [Abdullah bin Ja'far] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus sepasukan tentara dibawah pimpinan Zaid bin Haritsah, lalu beliau bersabda: "Jika Zaid terbunuh atau syahid, maka pemimpin kalian adalah Ja'far. Jika ia terbunuh atau syahid, maka pemimpin kalian adalah Abdullah bin Rawahah." Ketika mereka berhadapa dengan musuh, Zaid mengambil bendera dan bertempur hingga terbunuh. Lalu Ja'far mengambil alih bendera dan bertempur hingga terbunuh. Bendera kembali dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, dan dia bertempur hingga terbunuh. Kemudian bendera diambil oleh Khalid bin Walid, dan Allah memenangkannya. Maka sampailah kabar ini kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau keluar menemui orang-orang, beliau bertahmid kepada Allah dan memujinya, lalu bersabda: "Sesungguhnya saudara-saudara kalian bertempur melawan musuh. Yang (pertama kali) memegang bendera adalah Zaid bin Haritsah, dia bertempur hingga terbunuh atau syahid, kemudian bendera diambil oleh Ja'far bin Abu Thalib, dan ia bertempur hingga terbunuh atau syahid, kemudian bendera dipegang Abdullah bin Rawahah, dan ia bertempur hingga ia terbunuh atau syahid. Setelah itu bendera diambil alih oleh salah satu pedang Allah, Khalid bin Walid, dan Allah pun memenangkannya." Beliau menunda (untuk datang kepada keluarga korban), dan beliau menunda untuk datang kepada keluarga Ja'far selama tiga hari. Kemudian beliau mendatangi mereka dan berkata: "Janganlah kalian menangisi saudaraku setelah hari ini atau besok, dan panggilkanlah kedua putra saudaraku." Abdullah berkata: Kemudian kami dibawa ke hadapan beliau, seakan-akan kami anak ayam (yang kehilangan induknya). Beliau berkata: "Panggilkanlah tukang cukur untukku." Lalu didatangkanlah tukang cukur, dan dia pun mencukur rambut kami. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Muhammad (bin Ja'far) itu mirip dengan paman kami, Abu Thalib, sedang Abdullah itu mirip dengan fisikku dan kelakuanku." Lalu beliau memegang tanganku dan menengadahkannya, lalu berdoa: "Ya Allah gantikanlah Ja'far bagi keluarganya, serta berkahilah Abdullah atas janji setianya." Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali. Abdullah berkata: Lalu ibu kami datang dan mengatakan kepada beliau tentang keyatiman kami, sehingga membuat beliau bersedih, kemudian beliau bersabda: "Janganlah engkau khawatir dengan kehidupan mereka, sesungguhnya aku adalah wali bagi mereka di dunia dan di akhirat."[21]
Wafatnya
Sepanjang kehidupannya Abdullah bin Ja’far sempat berpindah-pindah tempat, ia pernah tinggal di Kufah, Basrah, Syam, dan menghabiskan sisa umurnya di Madinah. Dalam Thabaqat al-Kubra dituliskan bahwa Abdullah bin Ja’far wafat di Madinah pada tahun 80 H, jenazahnya dishalati oleh Aban bin Usman yang saat itu menjadi walikota Madinah di masa Abdul Malik bin Marwan. Ketika wafat ia berusia sekitar 90 tahun.
Referensi
Catatan kaki
- ^ Lathif, Abdussyafi Muhammad Abdul (Agustus 2016). Hasmand, Fedrian, ed. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 170. ISBN 978-979-592-668-9.
- ^ a b c Musthafa, Muhammad Husni (Oktober 2010). Rendusara, Muhammad Khairuddin, ed. Anak-anak dalam Pangkuan Rasulullah. Diterjemahkan oleh Ahmad, Emiel. Jakarta Timur: Akbar Media. hlm. 102. ISBN 978-979-9533-01-2.
- ^ a b c Iyubenu 2022, hlm. 39.
- ^ a b Az-Zarkali, Khairuddin (2002). Al-A'lam. 4 (edisi ke-15). Beirut: Darul Ilmi lil Malayin. hlm. 76.
- ^ Az-Zain, Samih Athif (2024). Setiawan, Iwan, ed. Muhammad The Messengger: Periode Futuh Mekah. Diterjemahkan oleh Gunawan, I., dan Satari, R. Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. hlm. 114. ISBN 978-623-5331-35-5.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 40.
- ^ Hamka (2015). Waskito, Joko, ed. Tafsir al-Azhar Jilid 9. Jakarta: Gema Insani. hlm. 607. ISBN 978-602-250-253-1.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 38-39.
- ^ a b c Jam'ah, Ahmad Khalil (2022). Putri-Putri Sahabat Rasulullah. Darul Falah. hlm. 147.
- ^ Al-Azizi 2021, hlm. 56-57.
- ^ Muslih, M. Kholid (Juli 2019). Menyingkap Wajah Shi'ah Dua Belas Imam: Dari Kelahiran hingga Perkembangannya di Indonesia. Ponorogo: UNIDA Gontor Press. hlm. 149. ISBN 978-602-5620-06-5.
- ^ Jannah, Zakiah Nur (2020). Ramdani, Zaka Putra, ed. Amazing Stories Fatimah. Bantul: Pustaka Al Uswah. hlm. 165. ISBN 978-623-92780-6-9.
- ^ Al-Azizi 2021, hlm. 57.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 39-40.
- ^ Fanani, Zhaenal. Taufik, M., ed. Karbala: Jejak Darah di Senja Asyura. Bandung: Pantera Publishing. ISBN 978-623-91324-0-8.
- ^ Ashadi (Oktober 2023). Duniawati, Nia, ed. Sejarah Peradaban Kota Arsitektur dan Seni Dunia Islam Daulah Umayyah. Indramayu: Penerbit Adab. hlm. 21. ISBN 978-623-162-418-5.
- ^ Herdi, Asep (November 2014). Memahami Ilmu Hadis. Bandung: Tafakur. hlm. 167. ISBN 978-979-778-243-6.
- ^ Dzahabi, Imam. Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Pustaka Azzam. hlm. Jilid 8 Hal 79.
- ^ Hakim, Mansur Abdul (Agustus 2021). Yasir, Muhammad, ed. Hajjaj bin Yusuf: Algojo Bani Umayyah. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 32. ISBN 978-979-592-944-4.
- ^ As-Suyuthi, Imam (2014). Tarikh Khulafa'. Diterjemahkan oleh Nurdin, Muhammad Ali. Jakarta: Qisthi Press. hlm. 239. ISBN 978-979-1303-69-9.
- ^ Ahmad, Imam. "Musnad Imam Ahmad". https://www.hadits.tazkia.ac.id/hadits/bab/8:19. Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan);
Daftar pustaka
- Al-Azizi, Abdul Syukur (2021). Mansyur, P., ed. Ali bin Abi Thalib Ra. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-602-391-955-0.
- Iyubenu, Edi AH (2022). Rusdianto, ed. Muhammadku Sayangku 4. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-623-293-741-3.
Konten ini disalin dari wikipedia, mohon digunakan dengan bijak.