Abu Hurairah

Abu Hurairah
Informasi pribadi
Lahirca 603
Al-Jabur, Arabia (sekarang Al Bahah, Arab Saudi)
Meninggal679 (usia 75–76) Madinah , Kekhalifahan Umayyah (sekarang Arab Saudi)
Madinah
MakamPemakaman Al-Baqi, Madinah, Arab Saudi
Suami/istriBasrah binti Ghazwan
PekerjaanGubernur Bahrain
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi (bahasa Arab: عبدالرحمن بن صخر الأذدي) ca 603–679), yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Hurairah (bahasa Arab: أبو هريرة), adalah seorang Sahabat Nabi yang terkenal dan merupakan periwayat hadits yang paling banyak disebutkan dalam isnad-nya oleh kaum Islam Sunni.

Ibnu Hisyam berkata bahwa nama asli Abu Hurairah adalah Abdullah bin Amin dan ada pula yang mengatakan nama aslinya ialah Abdur Rahman bin Shakhr.[1]

Masa muda

Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Ia diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah binti Ghazwan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya.[2] Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing. Diriwayatkan atsar oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang mauquf hingga Abu Hurairah.

Abdullaah bin Raafi' berkata, "Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernama kuniyah Abu Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata, "Benar, demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku dahulu bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya si kucing kecil)." [3]

Menjadi muslim

Thufail bin Amru ad-Dausi, seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke kampungnya setelah bertemu dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun sebagian besar kaumnya saat itu menolak. Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail bin Amru ke Makkah, Nabi Muhammad mengubah nama Abu Hurairah menjadi Abdurrahman (hamba Maha Pengasih) pada 7 H atau ketika Pertempuran Khaibar.[2] Ia tinggal bersama kaumnya beberapa tahun setelah menjadi muslim, sebelum bergabung dengan kaum muhajirin di Madinah tahun 629 M.

Abu Hurairah pernah meminta Nabi untuk mendoakan agar ibunya masuk Islam,"Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibu Abu Hurairah," yang akhirnya ibunya masuk Islam, Abu Hurairah kembali menghadap Nabi dan meminta lagi doanya,"Ya Allah, jadikanlah kedua hambamu ini, dia dan ibunya dicintai hamba-hambaMu yang mukmin dan sebaliknya".[2] Ia selalu menyertai Nabi Muhammad sampai dengan wafatnya Nabi tahun 632 M di Madinah.

Abu Utsman An-Nahdi berkata, "Aku pernah bertamu di rurnah Abu Hurairah selama 7 hari. Ketika itu aku melihat dia, istri, dan pembantunya secara bergiliran bangun malam dan membaginya menjadi tiga bagian: yang ini shalat, kemudian membangunkan yang lain, dan jika yang satu shalat, dia membangunkan yang lain."[2]

Peran politik

Umar bin Khattab pernah mengangkat Abu Hurairah menjadi gubernur wilayah Bahrain untuk masa tertentu pada 20 H / 640 M.[4] Saat Umar bermaksud mengangkatnya lagi untuk yang kedua kalinya, ia menolak. Sepulang dari Bahrain, Abu Hurairah membawa setoran zakat 10.000 dirham (sekitar 40 juta rupiah), Umar terkejut dan memeriksa sumber kekayaan Abu Hurairah yang ternyata sesuai dan halal. Dari peristiwa ini kemudian muncul usulan pada Umar untuk memulai administrasi catatan keuangan negara mengikuti cara Bizantium, dan pembagian harta kekayaan rampasan perang dari Persia yang nilainya puluhan ribu dinar (ratusan miliar rupiah) kepada para keluarga Nabi dan sahabatnya.[2]

Abu Hurairah mengikuti pertempuran penaklukkan wilayah Persia bagian utara yaitu Jurjan, dipimpin Abdurrahman bin Rabiah bersama Salman al-Farisyi melawan orang-orang Turki yang dimenangkan pasukan muslimin.[4]

Saat Utsman bin Affan dikepung dan diserang pemberontak, Abu Hurairah termasuk sahabat yang berupaya melindungi Utsman dan memberi nasihat kepada pihak pemberontak.[4] Ketika perselisihan terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, ia tidak berpihak kepada salah satu di antara mereka.

Periwayat dan Kesahihan hadis

Abu Hurairah meriwayatkan lebih dari 5.000 hadis, dengan 800 hadis diterima Bukhari,[2] meskipun diketahui dalam biografi sahih Al-Bukhari bahwa Abu Hurairah baru mengenal Nabi Muhammad 3 tahun sebelum Nabi Muhammad meninggal dunia.[5] Bahkan salah satu sahabat paling dekat Nabi Muhammad, Abu Bakar, hanya meriwayatkan 142 hadis. Salah satu kumpulan fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah dihimpun oleh Syaikh As-Subki dengan judul Fatawa' Abi Hurairah.

Masjid Abu Hurairah di Mekah.

Namun begitu, ketidakseimbangan antar jumlah hadis dan waktunya yang terbatas bersama Nabi Muhammad membuat sejumlah penulis mempertanyakan keakuratan hadis dari Abu Huraihah. Abdullah Saeed memaparkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab tercatat pernah beberapa kali mengancam Abu Hurairah dengan hukuman apabila ia ditemukan mengutip Nabi Muhammad dengan semena-mena.[6][7] Memungkinkan juga jumlah besar riwayat Abu Huraihah tidak disebabkan oleh Abu Hurairah sendiri, namun penulis-penulis lain yang setelah masa hidupnya mengatasnamakan Abu Hurairah untuk hadis-hadis tambahan yang kurang kukuh.[8]

Imam Dzahabi menuturkan kemampuan menghafal Abu Hurairah yang luar biasa itu termasuk mukjizat kenabian selain karena umurnya yang masih muda. Abu Hurairah mengatakan bahwa Muhammad berkata kepadanya, "Tidakkah kamu meminta harta rampasan ini sebagaimana yang diminta oleh sahabatmu?" Aku menjiawab, "Aku hanya memintamu agar engkau mengajariku apa yang telah diajarkan Allah kepadamu." Kemudian beliau mengajariku hadis-hadis hingga aku merasa puas dengannya. Lalu Muhammad berkata, "Kumpulkan hadis-hadis itu dan jagalah!" Setelah itu aku tidak lupa satu huruf pun yang beliau sampaikan kepadaku.[2]

Keturunan

Abu Hurairah termasuk salah satu di antara kaum fakir muhajirin yang tidak memiliki keluarga dan harta kekayaan, yang disebut Ahlush Shuffah, yaitu tempat tinggal mereka di depan Masjid Nabawi.Templat:Fix/category[butuh rujukan] Abu Hurairah mempunyai empat anak laki-laki yang bernama Al-Muharrir, Muharriz, Abdurrahman dan Bilal, serta seorang anak perempuan yang menikah dengan Said bin Musayyib, yaitu salah seorang tokoh tabi'in terkemuka.[9]

Kematian

Pada tahun 678 atau tahun 57 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di Madinah, dan dimakamkan di Jannatul Baqi 2 tahun sebelum meninggalnya Muawiyah.

Referensi

  1. ^ As Sirah An Nabawiyah li Ibnu Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al Muafiri (Ibnu Hisyam)
  2. ^ a b c d e f g Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
  3. ^ Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sa'iid Al-Muraabithiy, telah menceritakan kepada kami Rauh bin 'Ubaadah, telah menceritakan kepada kami Usaamah bin Zaid, dari 'Abdullaah bin Raafi', ia berkata, aku bertanya kepada Abu Hurairah. Jaami' At-Tirmidzi no. 3805, Imam At-Tirmidzi berkata, "hasan gharib." dan Sunan At-Tirmidzi no. 3840
  4. ^ a b c Tabari, Imam (1993). History of al-Tabari Vol.13. New York: State University of New York Press. ISBN 0-7914-0851-5
  5. ^ "Abu Hurayra and the Falsification of Hadith". al-islam.org (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari asli tanggal 2021-08-03. Diakses tanggal 2019-11-12. ;
  6. ^ Saeed, Abdullah (2013). Reading the Qur'an in the Twenty-First Century: A Contextualist Approach (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 131797414X.
  7. ^ Armstrong, Karen (2019). The Lost Art of Scripture (dalam bahasa Inggris). Random House. hlm. 390-391. ISBN 147354727X.
  8. ^ "ON THE TRUTHFULNESS OF ABU HURAYRAH IN NARRATING HADITH". University of Malaya. Diarsipkan dari asli tanggal 2023-06-03. Diakses tanggal 12 December 2020.
  9. ^ "Kemulian Lain Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu". almanhaj.or.id. Diarsipkan dari asli tanggal 2022-12-02. Diakses tanggal 2021-07-23.

Bacaan lanjutan

  • Mursi, Muhammad Said. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad Fauzan, Lc, MAg. Cet-1, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Pranala luar

Konten ini disalin dari wikipedia, mohon digunakan dengan bijak.