![]() | artikel ini mungkin memberikan berat tak wajar pada suatu gagasan, insiden, atau kontroversi. (Desember 2024) |
Kerajaan Salakanagara atau Kerajaan Salaka adalah kerajaan mitos yang dipercaya terletak di bagian barat Pulau Jawa.[1] Kerajaan ini diklaim sebagai kerajaan tertua di Nusantara. Menurut Naskah Wangsakerta tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Ibu kota dari kerajaan ini yaitu Rajatapura yang disamakan dengan Argyre dalam catatan Ptolemaeus di tahun 150 M.[2] Letak kerajaan ini masih diperdebatkan. Namun, ada sebuah pendapat menyatakan bahwa pusat Kerajaan Salakanagara berada di daerah Teluk Lada, Pandeglang.
Polemik
Sejarah Kerajaan Salakanagara diragukan kebenarannya karena tidak didukung oleh sumber primer yang valid. Akibatnya, berbagai tulisan mengenai kerajaan ini lebih dianggap sebagai legenda, mitos, atau bahkan sekadar cerita fiksi tanpa bukti yang kuat.[3]
Munculnya Kerajaan Salakanagara bersumber pada karya sastra asal Cirebon, yaitu Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, yang merupakan bagian dari Naskah Wangsakerta dan masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Adapun mengenai keberadaan sejumlah tinggalan arkeologis seperti situs Cihunjuran, Lebak Kosala, hingga Lebak Cibedug yang diklaim sebagai peninggalan Kerajaan Salakanagara justru mencerminkan kebudayaan Austronesia, sehingga tidak sejalan dengan argumen dalam Naskah Wangsakerta yang menyebutkan bahwa Salakanagara sebagai kerajaan Hindu. Tinggalan arkeologis lainnya seperti arca Ganesha yang menunjukkan corak kebudayaan Hindu Trimurti justru berusia lebih muda yang berasal dari abad ke-8 hingga 10 M, di mana hal ini juga terpaut jauh dari Salakanagara yang konon berdiri pada abad ke-1 M.[4]
Mengenai Naskah Wangsakerta sebagai sumber yang digunakan untuk mengklaim sejarah Salakanagara sebagai entitas kerajaan Hindu tertua di Nusantara juga dipertanyakan kredibilitasnya. Berdasarkan analisis kritis, naskah ini ditulis pada abad ke-17, tetapi gaya tulisannya yang kasar dan bahan kertas yang terlihat dibuat lebih tua menimbulkan dugaan bahwa naskah tersebut adalah salinan dari sumber yang tidak jelas. Bahkan, eksistensi panitia Wangsakerta sebagai penyusun naskah ini juga dipertanyakan, karena tidak ada catatan sejarah yang mendukung keberadaannya. Selain itu, isi naskah ini dianggap terlalu detail dibandingkan dengan karya-karya lain pada zamannya. Beberapa bagian yang membahas sejarah Kerajaan Kutai dan Tarumanagara juga tidak sesuai dengan bukti sejarah yang valid. Ada indikasi bahwa naskah ini dipengaruhi oleh teori dan pemikiran sarjana Belanda dalam penyusunannya.[4]
Pandangan masyarakat terhadap Kerajaan Salakanagara pun terbagi dua. Sebagian kalangan yang memiliki pemahaman sejarah secara akademis cenderung skeptis terhadap klaim ini, karena tidak adanya bukti sejarah yang valid hingga hasil interpretasi sejarah oleh para ahli. Sementara itu, ada juga kelompok masyarakat yang tetap percaya bahwa Salakanagara adalah kerajaan tertua di Nusantara. Pandangan ini umumnya dipengaruhi oleh keterbatasan akses mereka terhadap literatur sejarah serta faktor sosial, budaya yang mempercayai kisah-kisah dongeng sebagai bagian dari masa lalu yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.[4]
Rujukan
- ^ "Sejarah Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tertua Intisari". intisari.grid.id. Diakses tanggal 2024-02-11.
- ^ "Disebut-sebut Sebagai Kerajaan Hindu Tertua Di Jawa, Benarkah Kerajaan Salakanagara Fiktif Belaka? - Halaman 2 - Intisari". intisari.grid.id. Diakses tanggal 2024-02-11.
- ^ Panji: majalah berita nasional. PT Panji Media Nusantara. 2001.
- ^ a b c Maulana, Wildhan Ichzha (2023). "Polemik Salakanagara: Meninjau Kebenaran Bukti Historis Salakanagara Dalam Pentas Sejarah Kuno di Indonesia". Diakronika. 23 (1). doi:10.24036/diakronika/vol23-iss1/334.
Konten ini disalin dari wikipedia, mohon digunakan dengan bijak.