Raden Patah

Sultan Abdul Fatah
Gelar
Nasabbin Dyah Singhanegara Wijayakusuma
NisbahDinasti Rajasa
LahirHasan
1455
Palembang, Kerajaan Majapahit
Meninggal1518
Demak, Kesultanan Demak
Dimakamkan diBintoro, Demak
Nama lain
  • Raden Praba
  • Raden Fatah
  • Raden Hasan
  • Raden Yusuf
Kebangsaan- Kerajaan Majapahit
- Kesultanan Demak
Pekerjaan
  • Anggota Dewan Walisongo (1465 - 1518)
  • Adipati Demak (1475 - 1500) era Majapahit
  • Sultan Demak Pertama (1500 - 1518)
DenominasiSunni
Murid dariSunan Ampel, Guru-gurunya
Sultan Demak Pertama
1475 - 1518
PendahuluSetelah ayahnya dikudeta oleh Dyah Ranawijaya, ia pun melepaskan Demak menjadi negara yang Merdeka.
PenerusPati Unus
Istri
Keturunan
Pernikahan dengan Dewi Murthasimah :
Pernikahan dengan Putri Adipati Kanduruwan :
Orang tuaDyah Singhanegara Wijayakusuma (ayah)
Dewi Kian (ibu)

Raden Patah (lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah Pendiri Kesultanan Demak yang memerintah dari tahun 1475 - 1518.[1]

Beliau merupakan Putra dari Sri Maharaja Prabu Singhanegara Wijayakusuma dengan seorang putri asal Tiongkok bernama Dewi Kian.

Kiprahnya semakin cemerlang setelah menjadi Murid sekaligus menantu Sunan Ampel, kemudian menjadi Adipati Demak hingga masuk ke Jajaran anggota dewan Walisongo.

Setelah ayahnya dikudeta oleh Dyah Ranawijaya dari tahta Majapahit, ia pun melepaskan Demak menjadi negara yang merdeka.

Asal-usul

Menurut Suma Oriental yang ditulis Tome Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodim, cucu seorang masyarakat kelas rendah dari Gresik.

Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Tiongkok adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syekh Bantong (alias Kyai Batong).

Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya V raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Tiongkok. Selir Tiongkok ini puteri dari Kyai Batong (alias Tan Go Hwat). Karena Ratu Dwarawati Murdaningrum, sang permaisuri tertua yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Tiongkok kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Tiongkok dinikahi Arya Damar (alias Swan Liong), melahirkan Raden Kusen / Adipati Pecat Tondho ing Terung (alias Kin San).

Menurut Serat Walisana, Dikisahkan bahwa Raden Ali Murtadho, Raden Rahmat, dan Raden Alim pernah mampir di Palembang bertemu dengan Arya Damar.

Diketahui bahwa istri Arya Damar bernama Retna Subanci, merupakan putri asal Tiongkok bekas istri yang telah mengandung dari Sri Brawijaya Majapahit yang dipasrahkan kepada Arya Damar.

Sang Putri melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Raden Praba. Lalu, Raden Ali Murtadho menamai Raden Fatah. Raden Rahmat menamai Raden Hasan. Dan Raden Alim menamai Raden Yusuf.

Kesimpulan

Dari keempat sumber tersebut, semuanya menunjukkan riwayat yang hampir sama dan diperkuat dengan naskah Sezaman yakni serat Walisana karya Sunan Dalem dan juga berita Luar Negeri Sezaman yakni Suma Oriental karya Tome Pires.

Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Raden Fatah fix putra dari prabu kertabhumi dengan Dewi Kian serta Cucu dari Syekh Bentong.

Keluarga Raden Fatah

Berdasarkan Serat Chandrakanta, berikut adalah daftar Keluarga Raden Fatah :

  • Pernikahan dengan Dewi Murthasimah :
  1. Pati Unus
  2. Raden Sasongka
  3. Trenggana
  4. Ayu Kirana
  5. Ayu Wulan
  6. Pangeran Surowiyoto
  • Pernikahan dengan Putri Adipati Kanduruwan :
  1. Pangeran Pamekas
  2. Raden Kanduruwan
  3. Raden Jaladara
  4. Raden Ayu Timur

Berdirinya Kesultanan Demak

Sejauh ini belum ada catatan sejarah yang sezaman dengan Raden Patah yang menggambarkan berdirinya Demak sebagai negara mandiri. Kebanyakan babad yang menceritakan "sejarah" Demak ditulis jauh setelah negara ini runtuh.

Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.

Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (sering disebut dalam cerita rakyat sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.

Konflik Demak dan Majapahit

Versi perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya V tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit yang saat itu dipimpin Girindrawardhana Ranawijaya ,Girindrawardana ranawijaya tewas dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.

Versi Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan Prof. Moh. Yamin dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu Girindrawardhana. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI, Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena Patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VI. Perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VI bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V.[2]

Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.

Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Daerah Ibukota Majapahit (Kadipaten Kertabhumi/Mojokerto). Berita ini melahirkan pendapat kalau ibukota Majapahit di trowulan runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.

Pemerintahan

Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagai pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran.

Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.

Dalam budaya populer

  • Dalam film Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar (1985), Raden Patah diperankan oleh Anwar Fuady.

Kutipan

  1. ^ Raditya, Iswara N. "Sejarah Raden Patah: Putra Majapahit Pendiri Kerajaan Islam Demak". tirto.id. Diakses tanggal 2024-02-02.
  2. ^ MB. Rahimsyah. Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo. (Amanah, Surabaya, tth). Hal. 50.

Referensi

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Kertabhumi
Sultan Demak
1475—1518
Diteruskan oleh:
Pati Unus

Konten ini disalin dari wikipedia, mohon digunakan dengan bijak.

×
Advertisement
×
Advertisement