Geografi | |
---|---|
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 8°47′S 118°5′E / 8.783°S 118.083°E |
Kepulauan | Kepulauan Nusa Tenggara |
Luas | 15.448 km2 |
Titik tertinggi | Tambora (2.850 m) |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Nusa Tenggara Barat |
Kota terbesar | Kota Bima (155.140 jiwa) |
Kependudukan | |
Penduduk | 1.588.609 jiwa (2021) |
Kepadatan | 100 jiwa/km2 |
Kelompok etnik | Sumbawa & Bima |
Pulau Sumbawa adalah sebuah pulau yang terletak di provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Pulau ini dibatasi oleh Selat Alas di sebelah barat (memisahkan dengan Pulau Lombok), Selat Sape di sebelah timur (memisahkan dengan Pulau Komodo), Samudra Hindia di sebelah selatan, serta Laut Flores di sebelah utara. Kota terbesarnya adalah Bima, yang berada di bagian timur pulau ini.
Pulau ini memiliki luas 14.386 km², dan merupakan pulau terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat, serta salah satu dari dua pulau utama di provinsi tersebut. Titik tertingginya adalah Gunung Tambora (2.824 m), yang juga merupakan gunung api aktif. Keunikan yang dimiliki Sumbawa yaitu pulau Bungin yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa. Pulau Bungin merupakan pulau terpadat di dunia yang memiliki kepadatan 15000 jiwa/km². Hal ini terjadi karena luas Pulau Bungin tidak sampai 8 hektare dan ditempati sekitar 3000 jiwa.
Sejarah
Kitab Nagarakretagama yang ditulis abad ke-14 mencatat beberapa kekuasaan yang ada di Pulau Sumbawa, antara lain Dompu, Bima, Sape, dan satu lagi di Pulau Sangeang Api, lepas pantai timur laut Sumbawa. Empat pusat kekuasaan di Sumbawa bagian barat merupakan kerajaan yang bergantung pada Majapahit, yang berpusat di Jawa bagian timur. Pulau ini sering diinvasi oleh orang luar akibat kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Pihak-pihak yang pernah menginvasi antara lain adalah orang Jawa, orang Bali, orang Makassar, hingga orang Belanda dan Jepang. Orang Belanda pertama kali tiba di tahun 1605, tetapi tidak berhasil menguasai Pulau Sumbawa secara efektif hingga awal abad ke-20.
Kerajaan Gelgel dari Bali sempat menguasai bagian barat pulau ini, meskipun tidak lama. Bagian timur pulau dikuasai Kesultanan Bima, sebuah kesultanan yang terhubung dengan orang Bugis dan Makassar serta kesukuan Melayu-Islam lainnya di Nusantara.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa orang Sumbawa dikenal di Hindia Timur sebagai penghasil madu, kuda poni,[1] kayu secang, yang digunakan untuk membuat cat merah,[2] dan kayu cendana, yang digunakan untuk dupa dan obat. Daerah ini sempat dicatat sebagai daerah yang sangat produktif untuk pertanian.
Pada akhir abad ke-18, orang Belanda mendirikan perkebunan kopi di kaki barat Gunung Tambora dan dengan demikian menciptakan varian kopi Tambora. Letusan gunung ini di tahun 1815 adalah salah satu letusan gunung berapi yang paling kuat sepanjang masa, meletuskan debu dan abu seluas 160 km3 ke atmosfer. Letusan ini juga menewaskan hingga 71.000 orang dan memulai periode pendinginan yang dikenal sebagai "Tahun tanpa musim panas" di tahun 1816. Tidak kurang, Kebudayaan Tambora yang terhubung dengan orang Papua juga disapu habis oleh letusan ini.[3][4]
Wilayah administratif
Secara administratif, Pulau Sumbawa terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota.[butuh rujukan] Nama kora dan kabupatennya ialah Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.[5]
Geografi
Sejumlah sungai di Pulau Sumbawa adalah:
- Sungai Brang Biji atau Brang Sumbawa
- Sungai Moyo atau Brang Moyo
- Sungai Banggo
- Sungai Bela
- Sungai Lampe
- Sungai Dodu
- Sungai Nungga
- Sungai Kendo
- Sungai Ntobo
- Sungai Jatiwangi
- Sungai Romo
Referensi
- ^ Jong Boers, B.D. de (2007), ‘The ‘Arab’ of the Indonesian Archipelago: The Famed Horse Breeds of Sumbawa’ in: Greg Bankoff and Sandra Swart (eds), Breeds of Empire: The ‘invention’ of the horse in Southern Africa and Maritime Southeast Asia, 1500–1950. Copenhagen: NIAS Press, pp 51–64.
- ^ Jong Boers, B.D. de (1997), "Sustainability and time perspective in natural resource management: The exploitation of sappan trees in the forests of Sumbawa, Indonesia (1500–1875)" in: Peter Boomgaard, Freek Colombijn en David Henley (eds), Paper landscapes; Explorations in the environmental history of Indonesia. Leiden: KITLV Press, pp. 260–281.
- ^ Donohue, Mark (2008-01-03). "The Papuan Language of Tambora". Oceanic Linguistics. 46 (2): 520–537. doi:10.1353/ol.2008.0014. ISSN 1527-9421.
- ^ Roach, John (February 27, 2006). ""Lost Kingdom" Discovered on Volcanic Island in Indonesia". National Geographic News. National Geographic Society. Diakses tanggal 13 April 2018.
- ^ Ending, S., dkk. (2017). Peta Dakwah Majelis Ulama Indonesia Nusa Tenggara Barat. Mataram: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB. hlm. 5. ISBN 978-602-6223-55-5.
Konten ini disalin dari wikipedia, mohon digunakan dengan bijak.